Persiapan menjadi Calon Guru Penggerak
Rasa keingintahuan saya yang mendalam. Tentang apa itu Guru Penggerak dan bagaimana Guru Penggerak itu? Setelah saya mendengarkan dari teman sesama guru dan membaca artikel-artikel dari internet. Pada tanggal sebelas bulan Januari 2022 jam 0.11 saya mendaftarkan diri menjadi peserta calon Guru Penggerak. Yang menarik juga bagi saya adalah Guru Penggerak ini bisa diikuti bukan saja oleh guru pns, tapi guru honorer juga bisa mengikutinya. Dari sinilah saya mulai mengingat-ingat lagi kegiatan saya ketika sebelum pandemi covid 19 menyerang dunia pendidikan di Indonesia.
Ide yang saya punya dalam mengajar Bahasa dan Sastra Sunda di sekolah. Saya ingin mempermudah siswa dalam belajar bahasa dan sastra Sunda. Mendekatkan para siswa dengan hasil karya sastra teman-temanya. Dengan membimbing membuat karya sastra Sunda berupa carita pondok/cerita pendek dan sajak/puisi. Pelajaran bahasa dan sastra Sunda, mungkin dianggap gampang atau mudah. Gampang atau mudah karena berada di wilayah Jawa Barat. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan anak-anak seakan-akan berada di planet yang baru. Ketika para siswa mulai mengenal dengan karya sastra dan lebih dekat lagi karena yang membuat itu temannya sendiri. Hal itu akan lebih mudah untuk dipahami. Contoh, ketika saya mengajarkan untuk membaca carita pondok, yang saya berikan pada waktu itu adalah karya pengarang-pengarang yang sudah jadi. Hal yang paling tidak dimengerti oleh para siswa biasanya mengenai bahasa yang digunakan oleh pengarang itu sendiri. Para siswa menyerang saya dengan pertanyaan-pertanyaan sama sekali jauh dari kehidupan nyata para siswa. Dari sini saya mempunyai inisiatif untuk menghadirkan karya siswa sendiri untuk diapresiasi oleh para siswa. Saya mulai dengan memberikan trik-trik dalam membuat carita pondok. Segampang apakah dalam menulis carita pondok. Saya mulai mengenalkan bagaimana catatan harian yang biasa kita tulis, atau paksa kita tulis bisa dijadikan sebuah karya sastra carita pondok. Awal-awal para siswa masih merasa kebingungan dengan ide yang saya hadirkan di kelas. Tetapi dengan saya membawa contoh buku catatan harian saya. Yang saya tulis dengan tulisan tangan saya sendiri. Lalu salah satu siswa melihat buku catatang harian saya. Pertama mereka tidak percaya bahwa buku harian saya terisi penuh satu buku kecil penuh. Dengan tulisan tangan bersambung dan terlihat rapih seakan-akan seperti buku bacaan yang bisa dipinjam dari perpustakaan. Dari sana saya jelaskan bahwa catatan harian bisa dijadikan ide untuk kita membuat carita pondok atau cerita pendek. Bahkan lebih jauhnya bisa dijadikan novel, film pendek atau layar lebar.
Pada tahun 2008 saya hijrah dari kota Bandung ke Cianjur tepatnya saya menjagar di SMP Negeri 1 Cibeber. Saya lulus kuliah tahun 2007. Sebelum saya lulus dari bangku perkuliahan, saya memberanikan diri untuk mengajar di sekolah swasta. Waktu itu saya mengajar di SMA Pasundan 9 Bandung yang beralamatkan jalan Babakan Ciparay Gg. Atakiria I No. 28. Bandung. Dan akhirnya pada tahun 2008 saya hijrah mengajar ke kota Cianjur. Ketika saya setahun lebih mengajar di SMP Negeri 1 Cibeber, saya langsung mempunyai ide untuk membuat ekstrakurikuler bahasa dan sastra. Ide saya dalam membuat ekstrakurikuler ini bukan merupakan ide dadakan. Tetapi saya telah melihat begitu banyaknya potensi-potensi dari para siswa yang belum tersalurkan dalam bidang bahasa dan sastra, khususnya bahasa dan sastra Sunda. Mengapa saya tertarik untuk mendirikan ekstrakurikuler bahasa dan sastra di sekolah. Karena saya menganggap masih jarang, atau bahkan belum ada. Dan saya ingin lebih banyak waktu untuk siswa dalam mengenal bahasa dan sastra Sunda khususnya. Dan akhirnya pada tahun 2009, saya mendirikan ekstrakurikuler bahasa dan sastra di SMP Negeri 1 Cibeber Kab. Cianjur. Saya tidak sendiri, saya mengajak guru bahasa Indonesia untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler yang saya rintis ini. Alhamdulillah respon baik dari rekan guru bahasa Indonesia saya ini, yang kebetulan umurnya lebih tua dari saya sepuluh tahun. Beliau kelahiran 1974 saya lahir 1984. Dan memang kami satu almamater di kampus negeri yang bertempat di Bandung Utara yang bernama Universitas Pendidikan Indonesia. Setelah berdiskusi dengan rekan guru, akhirnya lahirlah nama sebuah ekstrakurikuler bahasa dan sastra di SMP Negeri 1 Cibeber Kab. Cianjur. Kami mulai dengan menyusun program kerja ekstrakurikuler dengan menyesuaikan materi-materi yang ada di pelajaran bahasa Sunda dan Indonesia. Pada intinya, di ekstrakurikuler bahasa dan sastra ini, ada dua divisi. Divisi I, yaitu divisi ekspresi sastra dan Divisi II, yaitu divisi penerbitan buletin. Kegiatan di divisi ekspresi sastra di antaranya, latihan membaca sajak, latihan bermain drama, latihan membaca dongeng. Sedangkan di divisi penerbitan di antaranya, latihan menulis cerita pendek/carita pondok, menulis sajak/puisi hingga penerbitan karya sastra anak terwujud atau terlaksana. Dampak dari pembentukan ekstrakuriler bahasa dan sastra banyak para siswa yang tertarik pada ekstrakurikuler bahasa dan sastra ini. Dampak yang lain dari pembentukan ekstrakurikuler bahasa dan sastra, lebih menariknya para siswa dalam membaca karya siswa, yang hal tersebut tentunya berdampak juga pada kegiatan pembelajaran di kelas. Dampak lebih jauhnya lagi, alhamdulillah kami bisa bersaing dalam perlombaan FLS2N di tingkat kabupaten. Tanpa terkejut memilih siapa siswa yang mewakili sekolah untuk berlomba, karena ada tidaknya lomba ekstrakurikuler tetap berjalan.
Ketika, itu tahun 2012. Saya lupa bulannya. Tapi lebih tepatnya akhir-akhir tahun pembelajaran. Situasi yang sangat sedih saya alami. Saya dihadapkan dengan pimpinan kepala sekolah saya. Pada waktu itu saya mengajukan sebuah acara, perpisahan. Perpisahan antar anggota ekstrakurikuler yang saya rintis. Bermula dari permintaan saya kepada kepala sekolah untuk menandatangai piagam perhargaan untuk para siswa alumni ekstrakurikuler bahasa dan sastra. Dalam hati saya, sungguh tak ada perasaan buruk kepada kepala sekolah pada waktu itu. Namun itu semua berubah setelah saya lama menunggu, sekitar 30an lebih piagam perhargaan untuk dibumbuhi tanda tangan kepala sekolah. Hampir satu hari lebih, piagam perhargaan itu, tak kunjung ditanda tangani oleh kepala sekolah. Hati saya hancur dan jujur saya sedih. Bahkan rekan sesama guru bidang studi Indonesia pun menangis, mendengar kepala sekolah tak menandatangi piagam tersebut. Alasan yang beliau kemukakan, harus sama dengan ekstrakurikuler yang lain, beliau menjelaskan hal tersebut di hadapan guru-guru yang lain. Tanpa banyak waktu, saya ambil semua piagam yang belum ditanda tangani. Saya edit ulang piagam penghargaan, saya hapus tanda tangan kepala sekolah dan nomer surat piagam perhargaan. Secara para siswa tak butuh tanda tangan kepala sekolah, mereka hanya ingin nama mereka tertera di piagam tersebut karena telah tiga tahun telah menjadi bagian dari eksktra kurikuler di SMP yang tercinta ini.
Kesulitan dalam bekerja sama, saya alami ketika ada guru yang tak setuju dengan program yang saya jalankan. Padahal program yang saya jalankan ini buahnya akan dipetik ketika ada perlombaan-perlombaan di kemudian hari. Hingga pada suatu hari, saya dipanggil oleh wakil kepala sekolah bagian kurikulum, tentang penjualan buletin hasil karya para siswa. Guru wakil kepala tersebut sampai memanggil saya dan saya dihadapkan dengan dua wakil kepala sekolah. Wakil kepala kurikulum dengan wakil kepala kesiswaan. Sungguh ini situasi yang baru bagi saya. Dan tentunya saya terkejut dengan pemanggilan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Intinya, wakil kepala sekolah bidang kurikulum tidak mengijinkan buletin untuk dijual ke para siswa. Saya sendiri sudah menjelaskan bahwa buletin itu dijual secara sukarela. Bagi yang tak membeli tak masalah, hanya saja tidak bisa mengapresiasi karya para teman-temannya secara maksimal. Dari sini, wakil kepala sekolah bidang kurikulum mempertemukan saya dengan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Mengapa demikian, karena posisi wakil kepala sekolah bidang kesiswaan seorang guru senior. Saya berkali-kali menjelaskan, bahwa manfaat buletin ini, untuk mengapresiasi karya siswa. Namun wakil kepala sekolah bidang kurikulum tetap saja, ingin menghentikan kegiatan saya itu, karena itu ilegal. Tapi sambung saya menjelaskan bahwa keegiatan saya ini, tidak ilegal, kerana sudah tiga kali pergantian kepala sekolah, dan bahkan wakil kepala bidang kesiswaan merupakan saksi peluncuran ekstrakurikuler bahasa dan sastra yang saya rintis. Dan saya masih menyimpan foto peluncuran ekstrakurikuler di dalam sebuah blog esktrakurikuler bahasa dan sastra. Dari sini saya, merespon untuk mengalah, dan menghentikan kegiatan penerbitan buletin bahasa dan sastra. Akhirnya saya memfokuskan diri di divisi ekspresi sastra yang ada di ekstrakurikuler bahasa dan sastra yang saya rintis. Untuk beberapa bulan ke depan saya terpaksa harus menghentikan penerbitan buletin. Memang sedih, tapi ini kenyataan. Bahwa program yang saya jalankan tidak akan semulus jalan berbayar.
Upaya yang saya lakukan, agar dapat komitmen dari berbagai pihak untuk bekerja sama adalah dengan mengevaluasi hasil-hasil yang telah dilaksanakan oleh ekstrakurikuler yang saya rintis. Saya terus menggali potensi-potensi prestasi para siswa. Dengan fokus melatih para siswa di pertemuan ekstrakurikuler, guna menghadapi lomba FLS2N di tingkat kabupaten Cianjur. Dalam hati beban sebenarnya, ketika ide kita terganjal seorang rekan guru. tapi dari sini saya dapat mengambil hikmah yang paling dalam dan terbaru. Bahwa di setiap sekolah, ide yang kita punya tak akan semua rekan guru kita setuju. Itu jelas kenyataan dan saya alami sendiri. Dan anehnya ini mungkin hanya pandangan subjektif seorang wakil kepala sekolah bidang kurikulum saja. Karena setelah saya telusuri, ternyata anaknya itu ada di kelas yang saya ajar. Entah mungkin keberatan dengan membeli buletin perbulan, entah apa. yang akhirnya saya dipanggil ke ruang wakil kepala sekolah. Saya terus berkomitmen untuk mewadahi potensi-potensi para siswa di bidang bahasa dan sastra. Dengan cara mewadahi potensi-potensi para siswa, walaupun tidak semua akan menjadi penulis. Akan tetapi, pengalaman yang para siswa alami jelas akan terasa sampai kapan pun. Upaya yang lain yang saya lakukan, dalam rangka mendapatkan komitmen bekerja sama, saya membuka ruang/space untuk materi yang lain di satu halaman di buletin untuk mata pelajaran yang lain. Sebagai contoh, saya bekerja sama dengan guru seni budaya, di mana karya siswa berupa komik dimuat di bagian halaman belakang buletin.
Tahun, 2009 ketika saya pertama hijrah mengajar dari kota Bandung ke kabupaten Cianjur. Di mana saya harus mengajar di luar ijazah yang saya punya. Ijazah yang saya punya adalah Sarjana Pendidikan Bahasa Sunda. Saya harus mengajar mata pelajaran IPS Terpadu di Sekolah SMP Negeri 1 Cibeber Kelas Jauh Karangnunggal. Permasalahan yang pertama, saya harus mengajar di luar kemampuan saya sebagai guru bahasa Sunda. Tantangan yang saya hadapi saya mengajar lima kelas. Dua kelas 7, dua kelas 8 dan satu kelas 9. Dalam materi IPS Terpadu terdapat empat materi diantaranya, Sosiolo gi, ekonomi, geografi, dan sejarah. Sangat komplek masalah yang saya hadapi. Saya harus membaca buku paket IPS Terpadu, masih ingat waktu itu saya membaca buku paket penerbit Epsilon.
Upaya yang saya lakukan dalam menghadapi situasi seperti ini, dengan cara membuat ringkasan materi IPS Terpadu yang akan diberikan kepada para siswa. Selain meringkas materi IPS Terpadu, juga berisikan Lembar Kerja Siswa. Dalam diri saya, saya harus mengejar, dan menguasai materi. Karena bagaimana mana pun, ini merupakan pengalaman baru bagi saya mangajar di luar bidang yang saya kuasai. Kondisi SMP Negeri 1 Cibeber Kelas Jauh Karangnunggal, pada saat saya masuk pertama kali. Merupakan peralihan, yang asalnya SMP Terbuka Karangnunggal dengan Sekolah Induk SMP Negeri 1 Cibeber. Bisa dibayangkan kondisi belajar SMP Terbuka, di mana masuk siang sekitar jam 1 siang, dan pulang kadang bisa cepat. Karena tidak ada guru. Bahkan situasi yang lebih menyedihkan lagi, satu hari bisa jadi tidak ada guru sama sekali. Peluang dan kesempatan yang saya ambil di sekolah baru ini. Saya manfaatkan dengan sebaik mungkin. Bagi saya, mengajar di perkotaan atau pedesaan sama saja. Peluang yang saya dapati adalah, para siswa jauh dari karamaian hiruk pikuk perkotaan. Hingga yang namanya gangguan dalam pergaulan bisa diatasi. Demikianlah upaya saya sebagai guru baru pada waktu itu, dalam manghadapi situasi dan kondisi yang sangat prihatin. Prihatin dalam artian, para siswa siap untuk belajar, tapi di sisi lain, guru juga sangat kurang.
Pertimbangan-pertimbangan atau alternatif yang saya hadirkan dalam membuat keputusan adalah, saya melihat kondisi dan keadaan sekolahan. Seperti contohnnya, di SMP Negeri 1 Cibeber Kelas Jauh Karangnunggal ini, terletak di ujung kecamatan. Jarak dari kantor kecamatan dengan sekolah sekitar 15 km. Terlebih dahulu saya, dalam masuk ke kelas. Saya memberikan motifasi kepada para siswa. Ketika pertama kali saya masuk kelas 7, 8 dn 9. Saya berikan motifasi yang dalam. Karena bagaimana pun, bagi saya motifasi sangatlah penting. Setelah motifasi diberikan saya baru masuk dalam pemberikan materi. Kembali ke kondisi, para siswa di SMP Negeri 1 Cibeber Kelas Jauh Karangnunggal. Kondisi para siswa, jauh dibandingkan dengan para siswa yang ada di sekolah induk. Keadaan siswa di SMP Negeri 1 Cibeber Kelas Jauh Karangnunggal, dilihat dari kerapihan sangat jauh dengan SMP induk. Dari sini, karena wakil kepala kesiswaan belum ada, otomatis para guru pada waktu juga berperan sebagai kesiswaan. Tidak cukup, sebulan dua bulan dalam merubah para siswa yang asalnya atau biasanya masuk siang, sekarang harus masuk pagi hari. Masih saja ada siswa yang masuk kesiangan tiap harinya. Tak hanya kesiangan, ada juga informasi para siswa yang suka merokok di warung-warung sekitar sekolah. Dan akhirnya kita harus menghadapinya dengan cara mencari siswa ke tiap warung, karena di kelas tidak hadir. Pembinaan yang seperti ini senantiasa harus berkesinambungan. Agar dapat hasil yang maksimal. Dan tentunya berharap lebih baik lagi.
Tindakan yang saya ambil, terkadang harus meninggalkan kelas yang sedang saya ajar. Hanya karena untuk mengejar para siswa yang tidak masuk. Bukan hanya itu, terkadang adanya kelas kosong yang tidak ada guru. Akhirnya saya sendiri harus mengisi kelas yang tidak ada gurunya. Guna menghargai dan menyemangati para siswa yang telah hadir ke sekolah. Karena dari sekian siswa, tentunya ada yang bersemangat dalam belajar. Ibarat kertas kosong, para siswa siap untuk dituliskan berbagai pengalaman yang harus didapati di sekolah tercinta ini.
Ketika semester genap tahun pelajaran 2018-2019. Untuk pertama kalinya, terjadi pandemi covid19. Di mana para siswa harus belajar dengan moda daring atau dalam jaringan. Jelas hal ini memerlukan keahlian yang baru. Di antaranya saya harus belajar bagaimana cara pembelajaran dilaksanakan dengan cara mada daring. Masukan yang saya dapatkan, saya harus banyak belajar lagi tentang mengajar online. Pertama yang saya pelajari saya belajar tentang google class room google meet. Saya belajar melalui situs youtube di internet. Selama beberapa hari, akhirnya saya bisa paham tentang google class room, setelah itu beralih ke google form. Berbarengan dengan google class room saya juga harus belajar google form, untuk membuat soal ulangan dan juga soal-soal penilaian tengah semester, dan penilaian akhir semester. Saya merasa, ini merupakan pengalaman baru, ternyata yang selama ini saya pahami di google terdapat aplikasi untuk pembelajaran jarak jauh. Saya sangat bahagia, bisa mengikuti hal terbaru ini. dan alhamduilillahnya, ada bantuan kuota untuk memperlancar kegiatan pembelajaran jarak jauh.
Saya menyikapinya dengan sikap yang senang hati. Karena saya merasa kurang dalam hal teknologi, akhirnya saya harus banyak belajar lagi. Dalam belajar model pembelajaran online ini, bisa saya lakukan dengan mandiri, dan di rumah. Ini membuat saya, lebih menikmati dalam belajar model online secara mandiri. Dari sini pula, pihak sekolah, mengeluarkan inisiatif untuk mengadakan pelatihan-pelatihan dengan mengundang para guru. Hal ini saya sambut juga dengan bahagia, bagaimana tidak, ternyata selama ini pembelajaran bisa dilaksanakan dengan cara jarak jauh atau online. Memang ada sebagian guru terutama guru yang senior atau tidak cakap menggunakan perangkat lunak merasa ribet atau malah menyiksa diri karena merasa tidak cakap menggunakan perangkat lunak. Hal ini tak menjadi hambatan bagi saya, saya bisa berbagi ilmu, walaupun saya juga tidak terlalu mahir tetapi saya rela untuk berbagi pengalaman dalam memahami dan mendalami sesuati yang baru bagi diri pribadi saya. Dan ternyata, banyak juga pelatihan-pelatihan yang diadakan secara online oleh pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat. Ini merupakan angin segar bagi saya.
Hal berbeda yang saya lakukan guna mendukung proses pengembangan diri saya pribadi adalah saya menggunakan aplikasi komunikasi whattsApp. Yang terkadang saya kurang nyaman. Mengapa saya kurang nyaman dengan aplikasi WA, digunakan untuk proses pembelajaran tak lain karena berhubungan dengan komunikasi pribadi. Ditambah dengan bertambahnya grup-grup yang harus dibuat di WA. Berbeda dengan aplikasi google class room, lebih memfokuskan lagi, dan tidak terganggu dengan komunikasi pribadi. Hal ini, membuat lebih nyaman dengan menggunakan google class room dan google meet. Tetapi di sini saya, harus mengambil dan harus melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan aplikasi WA. Salah satu alasan WA, terasa umum dipakai di kalangan para siswa. Lebih jauh lagi, dengan perangkat lunak yang dimiliki oleh para siswa. Terkendala hambatan alat komunikasi yang kurang memadai untuk menginstal aplikasi pembelajaran seperti google meet, google class room, google form. Tapi bagaimana, tidak dilaksanakan atau saya memaksakan kehendak juga, saya merasa tidak bijaksana.
Alhamdulillah untuk selama ini, lancar dan tak ada halangan. Materi-materi yang saya berikan cukup tersampaikan dengan baik, apalagi saya juga menggunakan modul yang saya berikan secara elektronik. Aplikasi yang saya gunakan di antaranya google class room, google form, google meet dan zoom meeting. Untuk dua bulan pertaman para siswa antusias dalam mengikuti kelas online. Namun setelah tiga bulan kemudian, nampaklah kejenuhan yang terlihat. Mulai yang aktif dalam google meet berkurang, kadang hadir dalam google meet tetapi video tidak diaktifkan. Hal ini membuat saya, harus berpikir lebih keras lagi dalam hati. Bagaimana yang harus saya lakukan untuk menghasilkan pembelajaran yang maksimal. Setelah saya refleksi dengan sendiri, dan juga dengan teman atau rekan sesama guru di sekolah. Ternyata sama. Ada kejenuhan yang dihadapi oleh para siswa. Kejenuhan yang dhadapi mereka tidak bisa berkomunikasi langsung dengan siswa yang lainnnya. Di sisi lain, ada juga siswa yang masih bersemangat. Hal ini yang menjadi catatan bagi saya sendiri, guna memperbaiki proses mengajar untuk tahun selanjutnya.
Sekitar tahun pelajaran 2018-2019. Saya mengembangkan dan melatih Siswi kelas VIII yang bernama Tiara Dzikra. Saya melatih Tiara Dzikra dalam menghadapi lompa menulis cerita pendek di tingkat kabupaten Cianjur. Motivasi saya dalam melakukan pengembangan karena, saya mempunyai bekal, dan siswa ini merupakan anggota ekstrakurikuler bahasa dan sastra di sekolah SMP negeri 1 Cibeber yang pernah saya rintis sebelumnya. Bakat yang tersimpan di siswa yang saya motivasi ini saya latih secara mengalir. Tanpa campur tangan terhadap karya siswa.
Saya memfokuskan dalam, ide cerita yang akan dikembangkan oleh siswa. Saya mulai dengan program-program yang akan saya lakukan guna mencapai hasil yang baik. Program tersebut berisi tentang pertemuan, yang membahas dan mengevalusi perkembangan siswa sampai di mana karya yang dia buat. Saya mulai ketika pembelajaran selesai. Berarti saya latih di luar jam pelajaran. Saya mulai dengan membaca hasil cerita pendek yang telah dia tulis, saya tidak mengedit dan menambahkan. Saya hanya fokus pada ide cerita, yang menekankan pada keunikan daerah asal. Dengan mencantumkan seting dan latar pedesaan. Yang benar-benar penulis pernah mengalami. Hal inilah yang akan memperkuat dalam menulis. Karena jika menulis yang pernah dialami itu akan secara alami dan mengalir dengan begitunya. Berbeda dengan menulis tidak pernah dialami akan terasa buntu dalam melanjutkan ceritanya. Ternyata, bekal apresiasi itu penting untung inspirasi. Tanpa membaca mustahil bisa menulis. Saya membekali pertemuan sebelumnya juga dengan kegiatan apresiasi membac karya sastra karya orang lain. Tak hanya itu, juga dengan membedahnya secara bersama-sama.
Dukungan yang saya berikan kepada siswa yang saya bimbing atau saya latih, tentunya saya akan berikan dalam bentuk apa saja. Bisa dalam bentuk moril bissa juga material. Keberhasilan dalam mata lomba FLS2N, dalam membimbing siswa untuk juara berbeda dengan mengajar di kelas. Membimbing siswa dalam perlombaan, terasa sekali dan terlihat keberhasilanya oleh sekolah lain. Sedangkan dalam mengajar, terkadang kita mengacuhkan kepada siswa yang merasa kurang dalam salah satu materi. Dengan saya melatih, dan membimbing ini jelas sekali saya memotivasi agar siswa tersebut berhasil dalam perlombaan. Saya lebih menekankan yang namanya proses. Yang namanya proses adalah sebuah jalan yang panjang. Kadang jalannya bagus, kadang jalannya jelek. Terkadang ada siswa yang cepat mengerti, ada juga yang siswa yang lambat dalam mencerna sebuah materi. Saya memilih Tiara Dzikra untuk mewakili perlombaan, karena saya telah bimbing ketika siswa tersebut berada di kelas 7. Ini tentunya yang menjadi modal saya untuk melatih siswa dalam berlomba. Hambatan yang saya temui, dan saya alami. Terkadanng masalah sepele yang menyebabkan hambatan menjadi besar. Seperti contoh pihak sekolah tidak menghargai yang namanya proses. Impian saya, ketika ada yang membimbing siswa untuk perlobaan , guru harus senantiasa diperhatikan baik morilnya maupun materialnya. Lalu terkadang kita tidak diperhatikan, kecil maupun besar kadang ada biasanya, diberikan anggaran setelah lomba selesai. Hambatan yang lain terkadang datang di rekan sesama guru. Saya tak akan ambil pusing untuk, dan tak perlu diperpanjang. Saya lebih memilih diam, dan tidak untuk menyelesaikan. Upaya yang lainnya, guna mempertahankan, saya mempercayainya bahwa ketika sudah masuk ruangan lomba, siswa sudah bukan tanggungjawab saya, tetapi sudah murni 100%. Dan saya jelaskan beberapa kali, bahwa yang namanya lomba, itu bagian dari proses, jika hasilnya tidak maksimal, kita pulang dengan dengan tangan yang kosong.
Alhamdulillah Wa Syukirillah... pada tahun 2018-2009. Tiara Dzikra, Juara 1, lomba menulis cerita pendek tingkat Kabupaten Cianjur . Sungguh, kenikmatan yang luar biasa, yang saya rasakan. Dan keuntungan yang diterima oleh Tiara Dzikra, Siswa yang masuk juara, bisa masuk sekolah SMA Favorit ke jenjang yang lebih tinggi. Kepuasan tersendiri, ketika siswa yang kita didik mendapatkan hasil yang terbaik. Dan tentunya ini akan saya jadikan sebagai standar saya dalam melatih atau membimbing siswa yang akan mengikuti perlombaan apa pun di bidang bahasa dan sastra. Alhamdulillah...Ya Alloh...Bismillah...
Komentar
Posting Komentar